Berita

HARI METEOROLOGI DUNIA KE 68

Tahukah Anda, setiap tanggal 23 Maret, diperingati sebagai Hari Meteorologi Sedunia atau World Meteorological Day.
Hari Meterologi Sedunia merupakan perayaan tahunan.
Dilansir dari laman worldmetrologyday.org, peringatan ini pertama kali muncul di tahun 1950 pada tanggal 23 Maret, sebuah badan spesialisasi di bidang Meteorologi yang berada di bawah naungan PBB bernama World Meteorological Organization (WMO) dibentuk.

Sejak saat itu, Hari Meteorologi Sedunia diperingati oleh 191 negara anggota WMO.
Sekadar informasi meteorologi merupakan ilmu yang mempelajari atmosfer bumi khususnya untuk keperluan prakiraan cuaca.
Ilmu meterologi fokus mempelajari dan membahas gejala perubahan cuaca yang berlangsung di atmosfer.
Pada tahun 1950, Indonesia secara resmi masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent Representative of Indonesia with WMO.
Setiap tahunnya WMO mengusung tema-tema khusus untuk memberikan pengetahuan mengenai iklim sekaligus memunculkan aksi-aksi untuk memperlambat perubahan iklim yang kian ekstrem.
Pada peringatan Hari Meteorologi Sedunia ke-68, WMO mengambil tema "Weather-Ready, Climate-Smart".
Melalui tema tahun ini WMO menyoroti mengenai pentingnya sistem peringatan dini dan layanan iklim.
WMO menggarisbawahi mengenai pentingnya warga untuk bersia-siap terhadap cuaca.
Peringatan dini merupakan faktor penting dalam mengurangi risiko bencana dan peringatan dini juga memungkinkan warga yang bersangkutan untuk secara bersama bisa mencegah dan mengevakuasi diri dari bencana seperti banjir, badai dan bencana besar lainnya.
Lewat teknologi meteorologi terbaru, diharapkan akan meningkatkan sistem peringatan dini yang efektif dan mengurangi korban jiwa dan kerugian harta benda dari bencana alam.
Selain fokus pada peringatan dini, pada peringatan ini sekaligus menarik perhatian masyarakat global untuk berperan aktif memperlambat perubahan iklim.
Berdasarkan bukti ilmiah, menunjukkan bahwa perubahan iklim paling utama disebabkan oleh gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil.
Terutama batu bara, minyak bumi dan gas alam, yang juga diperparah dengan kerusakan hutan tropis yang kian membuat lapisan atmosfer menipis.
Maka dari itu, kita sebagai penduduk bumi dapat berkontribusi memperlambat perubahan iklim ekstrem dengan melakukan hal-hal sederhana.
Mulai dari menghemat penggunaan kendaraan pribadi dan lebih memilih menggunakan transportasi umum dan juga menghemat penggunaan Ac serta mematikan lampu dan perangkat elektronik yang tidak digunakan serta menghemat penggunaan air.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =

 

KEBAKARAN HUTAN
Jakarta, Senin (19/1/2018) - Kebakaran Hutan dan Lahan menjadi salah satu ancaman bencana yang dapat mengakibatkan kerugian material yang cukup besar, karena itulah BMKG melakukan jumpa pers di depan para awak media terkait potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang dikarenakan salah satunya terdapat curah hujan di bawah normal. Pada kesempatan kali ini Sekretaris Utama, Dr. Widada Sulistya, DEA didampingi oleh Pejabat Eselon I dan II di Bidang Meteorologi, mengatakan bahwa diperkirakan pada akhir Februari terdapat peningkatan potensi kemudahan terjadinya kebakaran hutan khususnya di Sumatera bagian Utara dan Tengah serta wilayah Kalimantan Barat dan Tengah.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa hingga akhir Februari 2018 curah hujan rendah berpeluang terjadi di Sumatera (Aceh sampai Sumatera Selatan bagian Utara), Kalimantan Timur dan Utara, Sulawesi Bagian Utara, Maluku Utara. Sedangkan sampai pertengahan Maret, curah hujan rendah berpeluang di Sumatera (Aceh bagian Utara, Sumatera bagian Utara dan Riau bagian Utara).
Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Klimatologi, Herizal menambahkan, di wilayah Indonesia terdapat beberapa wilayah yang menunjukkan hampir 20 hari tidak ada hujan sehingga bepotensi Karhutla. "Daerah dengan wilayah kategori mudah hingga sangat mudah terbakar yaitu di sebagian wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur". tambahnya.
BMKG mencatat titik panas yang terpantau hingga pertengahan Februari 2018 tertinggi di Kalimantan Barat sebanyak 52 titik panas sementara di Riau terdapat 35 titik panas. Selain itu tercatat lima titik panas di Aceh, satu di Babel, lima di Kepulauan Riau, satu di Sumatra Selatan, lima di Sumatra Barat, dua dua titik panas di Bengkulu, tiga di Kalimantan Tengah, enam di Sulawesi Selatan, dan delapan di Sulawesi Tengah.
Disela-sela itu, Widada Sulistya mengharapkan dengan adanya informasi dari BMKG, koordinasi antar instansi seperti BPBD dan Pemda dapat ditingkatkan dan dapat mensosialisasikan informasi kepada masyarakat agar potensi karhutla bisa dilemahkan dan berkurang.